Alas Rajah adalah salah satu desa
yang berlokasi di kecamatan Blega kabupaten Bangkalan. Penamaan Alas Rajah
sendiri menurut sesepuh desa memiliki makna kata Alas yang berarti Hutan dan
Rajah yang berarti luas/besar. Jadi penamaan desa Alas Rajah didasari oleh
kondisi luas desa yang sangat besar dan dipenuhi hutan – hutan yang lebat, yang
konon belum pernah dihuni manusia.
Asal mula adanya desa Alas Rajah
diawali oleh kisah pendatang yang bernama Kiyai Sorop (Sarip) yang berasal dari
desa Banda Soleh, kecamatan Kokop, kabupatem Bangkalan yang merupakan putra
dari Bhujuk Banda Soleh (Sayyis Ahmad). Kiyai Sorop keluar dari desanya dengan
tujuan untuk menemukan jadi dirinya.
Perjalanannya mencari jati dirinya
beliau (Kiyai Sorop) bertemu dengan seorang guru yang lebih dikenal oleh
masyarakat desa Morkoneng dengan sebutan Buhjuk Lembung. Beliau memiliki istri
yang bernama Nyai Aminah.
Dalam kesehariannya untuk berguru
kepada Buhjuk Lembung, pengabdian Kiyai Sorop tidak seperti kebiasaan
pengabdian seorang murid kepada guru, akan tetapi lebih kepada kegiatan untuk
memenuhi segala kebutuhan Buhjuk Lembung.
Suatu ketika Nyai Aminah istri Buhjuk
Lembung, memberikan ujian kepada muridnya untuk mencari sebuah cincin yang hilang.
Barang siapa yang bisa menemukannya akan ditugaskan ke suatu tempat dan yang
berhasil menemukan cincinya adalah Kiyai Sorop, dan akhirnya Kiyai Sorop
ditugaskan untuk menempuh perjalanan menuju suatu tempat dengan dibarengi
dengan sepucuk surat dari Buhjuk Lembung kepada Bhujuk Kajhen Metoah yang
merupakan anak dari Buhjuk Lembhung di desa Kajhen.
Sesampainya Kiyai Sorop bertemu
dengan Buhjuk Kajhen, surat itu pun dibuka oleh Buhjuk Kahjen dan isi tulisan
tersebut adalah “Jika punya anak permpuan, jadikanlah menatu seorang pemuda
yang datang kepadamu, dia adalah pemuda yang baik – baik yang sudah kupilih.”
Menanggapi surat dari Buhjuk Lembung,
Buhjuk Kahjen memberitahukan kepada menantunya, yakni Buhjuk Angsokah yang
memiliki anak gadis yang masih berusia 6 tahun. Kemudian Buhjuk Angsokah
mengiyakan dengan syarat Kiyai Sorop harus mengembalakan 2 kambing kea rah
utara sembari menunggu anak perempuannya sudah siap umur.
Setelah berjalan 12 tahun, saat musim
kemarau panjang, Buhjuk Angsokah kembali ingat bahwa dia memiliki seorang
menantu yang sedang mengembala kambing ke arah utara. Kemudian Buhjuk Angsokah
memeriintahkan kepada seluruh warga untuk mencari Kiyai Sorop dengan cara
membakar alas tersebut, dan ketika ada sebuah pohon yang tidak terbakar maka di
situ Kiyai Sorop berada.
Dan benar adanya terdapat sebuah
pohon yang tidak terbakar, ketika dilihat ternyata disitu ada Kiyai Sorop, akan
tetapi Kiyai Sorop sedang dalam keadaan bertapa dan dibungkus akar sulur hingga
yang terlihat hanya dua jarinya saja. Setelah akar sulur dihilangkan namun
Kiyai Sorop masih belum juga terbangun, akhirnya Buhjuk Angsokah memerintahkan
warga untuk mengipaskan aroma Ketan yang sudah ditanak (tanpa ditambahi garam)
didekat hidung Kiyai Sorop, sketika itu Kiyai Sorop terbangun dan diperkenankan
untuk memperistri putri dari Buhjuk Angsokah.
Letak pohon untuk tempat mengembala
sekaligus bertapa berada di daerah Toronan (daerah ujung Alas yang besar). Pada
saat itu, kesaktian Kiyai Sorop dikenal oleh masyarakat dan warga menyebutnya
dengan nama Buhjuk Toronan, karena Kiyai Sorop ditemukan dibawah pohon
kelapa/nyiur di daerah turunan.
Buhjuk Toronan mendirikan sebuah
rumah di daerah bernama Dusun Toronan atas
hadiah dari Raja Bangkalan dan dikaruniahi banyak anak, namun yang bisa
diketahui ada 2 yaitu Buhjuk Ja’far dan Buhjuk Lathif. Buhjuk Ja’far kemudian
diambil menantu oleh Raja Bangkalan dan istri beliau bernama Sriwati. Sepeninggal
Buhjuk Toronan, rumah di Toronan kemudian dipindahkan ke dusun Lajhing Barat
oleh Buhjuk Ja’far yang selanjutnya menjadi pusat pembelajaran masyarakat Alas
Rajah dan membangun masjid di sebelah rumah.
Berawal dari kisah Buhjuk toronan
inilah awal mula terbentuknya desa alas rajah yang mulai dihuni manusia.
0 komentar:
Posting Komentar