Minggu, 28 Juli 2019

Pengembangan Tusuk Sate



Tusuk sate atau biasa di sebut Sojjhin sate oleh masyarakat Madura, keberadaannya amat diperlukan di dunia kuliner. Seiring dengan beraneka ragamnya jenis jajanan, permintaan tusuk sate di pasaran juga beraneka ukuran. Proses pembuatan tusuk sate tidak rumit dan tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Hanya memerlukan keahlian dan pengetahuan tentang seni mengolah bambu.
 Desa Alas Rajah merupakan salah satu desa di kecamatan Blega yang memproduksi tusuk sate yang sudah cukup lama. Pengrajin tusuk sate di Desa Alas Rajah berjumlah 2 orang salah satunya bapak Jauhari. Beliau, bertempat tingga di dusun Lajhing Timur, Blega, Bangkalan. Usaha tususk sate sudah ditekuninya selama 4 tahun, mulai tahun 2016 hingga sekarang dengan bermodalkan uang 45 ribu. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan tusuk sate adalah bambu, namun biasanya pengrajin menggunakan bambu berduri. Bambu yang berukuran normal biasanya dapat untuk membuat tusuk sate sebanyak 500 Kg. Pembuatan tusuk sate melalui beberapa proses mulai dari pemotongan pohon bambu, pemotongan sesuai ukuran biasanya 22 – 24 cm, pembilahan bambu kasar, pembulatan, penghalusan sampai dengan peruncingan. Proses tersebut mulai dari penggunaan alat manual sampai penggunaan mesin.
Awalnya bapak jauhari mempunyai 3 alat untuk memproduksi tusuk sate yaitu untuk menghaluskan dan juga meruncingi bambu, namun karna kurangnya tenaga kerja dan banyak nya permintaan dari konsumen 1 alat diberikan kepada kepada teman untuk di kelola.
Pemasaran tusuk sate dari Desa Alas Rajah sudah sampai luar daerah sampai ke Daerah Bali dan Jakarta. Permintaan kosumen juga bermacam-macam mulai dari ukuran tusuk sate sampai dengan ukuran pembelian yaitu secara Kilo-an (per-kilo) dan juga Ribu-an, dengan harga yang berbeda pula. Ukurang tusuk sate yang diproduksi juga berbeda yaitu ukuran 19, 23 dan 24 cm. Produksi tusuk sate setiap minggu bisa mencapai 100 Kg karena memang permintaan konsumen yang cukup banyak sekitar 500 Kg per bulan, namun karna terkendala minimnya alat yang digunakan untuk pembuatan tusuk sate masih belum bisa mencukupi permintaan konsumen. Selain membuat sendiri Bapak Jauhari juga menjadi tengkulak tusuk sate dari desa sekitar Alas Rajah, karna untuk memenuhi permintaan konsumen dan itu masih belum bisa menmenuhi permintaan. Pengrajin sangat mengharapkan ada bantuan dari pemerintah khususnya Desa Alas Rajah untuk menambah mesin pembuat tusuk sate.
Pengembangan tusuk sate tidak bisa berjalan karna memang dari pengrajin masih kekurangan dan terkendala mesin produksi. Pengembangan yang ingin dilakukan awalnya yaitu memberikan variasi ukuran, namun karena memang produksi tusuk sate hanya beroperasi apabila ada permintaan konsumen dan ukuran tusuk sate yang diinginkan konsumen tidak bermacam- macam. Maka dari itu pengembangan tusuk sate tidak bisa dilaksanakan, hanya dapat membantu pembuatan tusuk sate.


0 komentar:

Posting Komentar